oleh: Agoy Tama

“Kau tahu, puisi tidak selalu harus berirama. Mereka hanya harus kreatif.” (Moonrise Kingdom, 2012)

Begitulah salah satu sudut pandang mengenai puisi. Soal pendapat ini, saya tidak akan menyanggah, mengkritik pedas, atau sejenisnya. Saya hanya ingin sedikit mengangkat desah kata hati yang agaknya meluap keluar sampai ke tinta pena ini.

Puisi. Ya, puisi. Barangkali ia adalah bagian dari hidup kita. Sebab, puisi senantiasa ada di mana-mana. Mungkin ia adalah timbunan, tumpukan, deretan, rangkaian, atau rantai huruf yang membentuk kata dan kata berjajaran menyusun makna dari kalimat, dan seterusnya.

Begitulah puisi. Djoko Saryono dalam bukunya Arung Diri (2013: ix) mengatakan bahwa puisi adalah negeri kata-kata. Barangkali ada benarnya. Sebab, salah satu media ungkap puisi adalah bahasa; dan bahasa seringkali bermesraan dengan kata-kata.

Maka, boleh jadi kita adalah puisi yang berjalan. Sebab, dalam diri kita seringkali meluapkan kata-kata hingga keluar berserakkan entah ke manasemau kita.

Jadi, terlepas dari keharusan puisi yang dicipta dengan irama atau kesemestiannya yang berada dalam lingkup kekreatifan, saya meluapkan sebentuk rasa hati bahwa puisi adalah kita sendiri. Puisi adalah negeri kata-kata. Setiap desah waktu, kita meluapkan kata-kata. Dan kita adalah puisi yang berjalan.

Dan satu lagi yang teramat penting dari keseluruhan desah hati di atas: bahwa kualitas dan nilai sebuah puisi bergantung pada apa yang kita baca. Jika yang kita baca adalah kosakata yang baik, bernilai di mata Allah, maka kualitas dan nilai puisi kita akan tinggi—boleh jadi beroleh ganjar pahala dari-Nya. Akan tetapi, jika apa yang kita baca adalah tumpukan kosakata buruk-tak berkualitas, maka puisi yang kita hasilkan pun akan sama sebagaimana tumpukan kosakata yang kita baca itutak baik, tak berkualitas, dan tak ada nilai manfaat apa-apa.

Barngkali itu saja sedikit desah hati dari seseorang yang senang bermesraan dengan puisi, meski tak sepuitis firman Ilahi yang menghimpun-memancarkan cinta suci Rabb pada hamba-Nya.