—Semacam Pengantar buku 25 mei karya Rahayu Sj
oleh: Agoy
Tama
“TANPA napas kita mati. Tanpa karya kita tak berarti.” Begitulah
kata Rahayu dalam buku yang ia tulis dari tahun 2016 sampai 2018 ini. Kutipan
ini membuat saya merenung cukup dalam. Apalagi setelah tahu bahwa
tulisan-tulisan di buku ini ditulis ketika ia masih duduk di bangku SMA kelas
10. Saya masih meraba-raba tentang apa saja yang saya kerjakan ketika SMA kelas
10 .... Mungkin saya masih suka keluyuran, nongkrong-nongkrong sama teman, dan
beberapa aktivitas yang tidak ada nilainya sama sekali. Baru di akhir-akhir
masa SMA saya mulai menulis. Tetapi, Rahayu sudah memulai lebih awal. Pemikiran
Rahayu mencapai titik dewasa jauh lebih awal daripada pemikiran saya. Bukan
dewasa dengan konotasi negatif, tetapi dewasa dengan konotasi positif.
Rahayu mengibaratkan bahwa berkarya adalah
bernapas untuk hidup. Hidup untuk memberi arti tentang apa saja yang telah kita
hasilkan. Hidup untuk berproses menjadi lebih baik dan lebih bernilai. Maka,
kita membutuhkan karya untuk benar-benar hidup dan menjadi lebih berarti.
“Kau tahu apa tujuan penulis menulis?
Adalah impiannya untuk hidup abadi. Adalah hasrat keyakinan mencetak sejarah.
Tanpa mati dan darah.” Berikutnya Rahayu menggelarkan pemikirannya tentang
tujuannya menulis. Senada dengan apa yang dikatakan sastrawan besar Indonesia,
Pramoedya Ananta Toer, bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian.
Ditambahkannya dengan keyakinan untuk membuat jejak sejarah yang diharapkan
akan dikenang sepanjang masa. Dan menulis adalah bagian dari perjuangan yang
kadang memang tak sampai mengorbankan nyawa. Tetapi, menulis bagi Rahayu adalah
berjuang untuk hidup lebih lama, bahkan kekal selamanya.
Catatan saya tentang naskah buku 25 mei
ini. Awalnya saya bertanya pada Rahayu, apakah dia punya sebuah naskah
kumpulan puisi atau prosa pendek untuk diterbitkan. Dia jawab, ada. Lalu Rahayu
mengirimkan naskah awal buku ini ke email saya. Setelah membuka email dan file
naskah buku ini untuk pertama kali, saya mengira naskah buku ini akan berisi
kumpulan puisi dan prosa yang biasa-biasa saja; seperti tulisan remaja SMA pada
umumnya yang temanya hanya berkutat pada kisah anak sekolah dan cinta-cintaan
saja. Apalagi tulisan-tulisan Rahayu dalam buku ini sebagian ditulis saat ia
baru duduk di bangku SMA kelas 10. Semakin membuat saya biasa-biasa saja
menanggapinya. Tetapi, setelah membaca beberapa puisi dan prosanya, saya
takjub. Ternyata Rahayu kelas 10 begitu dewasa. Dia punya pengamatan yang bagus
dan kemampuan mengolah kata serta kalimat yang baik. Puisi-puisinya benar-benar
hidup. Prosa-prosanya mengalir dengan tenang. Meski wajar ada beberapa kata dan
istilah yang kurang tepat digunakan dan harus diperbaiki lagi. Hal itu tidak
jadi soal. Karena saya meminta Rahayu untuk segera mencari kata yang tepat dan
istilah yang sesuai untuk beberapa tulisannya.
Tulisan-tulisan Rahayu dalam buku ini memang
sengaja dikonsep seakan-akan acak. Tetapi, sesungguhnya ada benang-benang yang
saling terkait di dalamnya. Ada cerita-cerita yang bersambung. Ada beberapa
puisi terkategori satu tema yang sama. Ditambah kutipan-kutipan tentang nasihat
hidup yang menghidupkan semangat juang. Ada juga tentang cinta remaja yang
penuh drama. Dan beberapa tulisan pendorong agar terus berkarya.
Pada akhirnya, membaca tulisan-tulisan
Rahayu di buku 25 mei ini, membuat saya takjub. Semuda itu ia dewasa,
bijak, dan pintar memainkan kata-kata. Dan saya sedang meraba-raba ... ketika
seumuran dia, kira-kira apa yang sudah saya kerjakan?
Agoy Tama,
Editor buku 25 mei
dan Penulis buku Hujan Cinta dan Ruangrasa
2 Comments
Hallo dra.. Selamat atas monetisasinya ya
ReplyDeletewah, terima kasih Mas-mbak dari Blitar. Selamat juga atas kemajuan kanal youtube-nya. semoga berkah.
Delete